News Update :

Berita Media

Kiprah PKS

Taujih

Kabar PKS DPRa Benda Baru

Kiprah Bidang Perempuan Benda Baru

Kiprah Bidang Kaderisasi

Digawangi

Kiprah Bidang Kepanduan dan Olah Raga

Di Komandani oleh Didin

Bayanat dan Taklimat

Dunia Nasyid

Dunia Islam

BERITA TERBARU

MEMAKNAI RAMADHAN DALAM KONTEKS DAKWAH

Jumat, 26 September 2008

Dr. Attabiq Luthfi, MA

MEMAKNAI RAMADHAN DALAM KONTEKS DAKWAH

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian semua bertaqwa kepadaNya“. (Al-Baqarah: 183) Ayat-ayat tentang puasa (Ayatush Shiyam) yang tersusun secara berurutan dalam satu surah, yaitu surah Al-Baqarah dari ayat 183-187 seringkali difahami hanya dalam konteks peningkatan amaliah ibadah mahdhah. Padahal secara korelatif, ayatush shiyam selain dari sarat dengan ta’limat ilahiyyah dan taujihat rabbaniyah tentang peningkatan ruhiyah dengan penguatan amaliah ibadah, juga sarat dengan nilai-nilai dakwah dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Betapa Ramadhan sangat tepat dijadikan munthalaq dakwah untuk lebih mengintensifkan kembali geliat dan gairah dakwah sehingga makna yang mewarnai kehidupan Ramadhan adalah makna-makna dakwah.

Korelasi ayatush shiyam dengan dakwah

Secara korelatif, ayat-ayat yang mendampingi ayatush shiyam, baik ayat-ayat sebelumnya maupun sesudahnya ternyata berbicara tentang dakwah dalam konteks fiqhul mu’amalah dan hokum hudud. Pendampingan dalam penyusunan seperti ini tentu mustahil tanpa hikmah dan pelajaran yang bisa digali darinya. Ayat 178-182 dari surah Al-Baqarah sebelum ayat puasa ternyata berbicara tentang hokum qishash yang merupakan bagian dari target dan realisasi dakwah, yaitu tegaknya hokum-hukum syariat. Redaksi yang digunakan juga mirip dengan redaksi yang digunakan dalam konteks perintah puasa, “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu (menerapkan) qishash dalam hal pembunuhan”.

Ayat 188 setelah ayat puasa juga berbicara tentang hokum mu’amalah dalam konteks jual beli dan perdagangan, “Janganlah kalian memakan harta diantara kalian dengan cara yang bathil”. Padahal mu’amalah yang dijalankan dengan baik dan benar merupakan satu lagi sasaran dakwah yang harus ditegakkan sehingga akan terjamin kehormatan diri, harta dan masyarakat secara keseluruhan.

Lebih ketara lagi pada ayat 190 dan seterusnya yang berbicara tentang perintah perang yang merupakan bagian dakwah yang terbesar dan terberat, “Perangilah oleh kalian di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian”. Keterkaitan dan korelasi tematis ini menjadi landasan akan pemaknaan bulan Ramadhan dengan makna dakwah disamping makna-makna ibadah dan ukhuwwah.

Ta’amul da’awi di bulan dakwah

Target dari pelaksanaan ibadah puasa yang telah ditetapkan oleh Allah dengan ungkapan pengharapan “la’allakum tattaqun” merupakan jaminan akan peningkatan kebaikan seseorang yang berpuasa dengan benar. Takwa yang diharapkan dari pengalaman menjalani hidup dan kehidupan di bulan Ramadhan bisa dijabarkan sebagai bentuk pembiasaan untuk melakukan amal-amal kebaikan dan pembiasaan untuk meninggalkan amal-amal keburukan. Hasan bin Thalq menyebutkan definisi ini seperti yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Takwa yang ditargetkan ternyata sangat terkait dengan bentuk ta’amul dengan Ramadhan.

Ada beberapa bentuk ta’amul (interaksi) yang bisa diaktifkan selama mengikuti amaliah Ramadhan. Namun salah satu bentuk ta’amul yang seharusnya diperhatikan oleh para da’I adalah ta’amul da’awi selain dari ta’amul ta’abbudi yang menjadi target amaliah kebanyakan orang di bulan Ramadhan. Betapa sejarah Ramadhan masa lalu sarat dengan kegiatan dan aktivitas dakwah. Bahkan kegiatan dakwah terbesar dan terberat justru terjadi di bulan Ramadhan.

Perang Badar yang merupakan perang perdana untuk menunjukkan eksistensi dakwah Islam justru terjadi di bulan puasa. (lihat surah Al-Anfal: 41). Padahal pada saat itu, Rasulullah dan para sahabat hanya mempersiapkan perlengkapan untuk menghadang kafilah dagang Abu Sufyan. Bukan untuk menghadapi pasukan Quraisy yang bersenjata lengkap. Namun jalan dakwah yang sudah diyakininya tidak mengenal kamus “mundur kembali ke garis start”. Justru dengan modal keyakinan akan janji Allah dan pembuktian akan satu komitmen yang totalitas terhadap dakwah Islam, beliau maju menghadapi berbagai rintangan, tribulasi dan setiap ujian yang menghadang di jalur dakwah. Saat pertempuran semakin sengit, Rasulullah bermunajat, “Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki agar Engkau tidak disembah selamanya setelah hari ini”.

Pembukaan atau Fathu Makkah yang merupakan perjalanan dakwah terakhir Rasulullah juga terjadi dan memilih Ramadhan sebagai bulan kemenangan dakwah yang gilang gemilang. Ternyata Ramadhan merupakan pilihan yang tepat dan terbaik untuk meraih kemenangan dakwah.

Menjelang Ramadhan tiba, Rasulullah selaku pemimpin para da’i, menyampaikan satu pidato kenegaraan yang bernuansa dakwah, mengajak seluruh umat memanfaatkan bulan Ramadhan sebaik-baiknya, meraih sebanyak-banyaknya keberkahan bulan ini. Berkah dalam arti katsratul khair wal manafi’ banyak kebaikan dan manfaat yang bisa diraih darinya. Dan nantinya, kebaikan dan manfaat itu akan bertambah jika disampaikan kepada orang lain dalam bentuk dakwah yang berkesinambungan. Inilah esensi dakwah yang harus dirasakan selama mengikuti aktivitas Ramadhan.

Ada beberapa target dakwah yang layak untuk dipersiapkan oleh para kader sebagai bekal menghadapi ujian dakwah pasca Ramadhan, diantaranya:

Target menghargai waktu

Ibnul Qayyim rahimahuLlah menegaskan substansi dan nilai waktu dalam kehidupan manusia, “Sebenarnya waktu yang dimiliki oleh manusia adalah umurnya sendiri yang terus berjalan perlahan seperti gerakan awan. Setiap waktu yang digunakan untuk Allah, itulah kehidupan dan umurnya. Sementara itu, waktu yang digunakan selain dengan tujuan tersebut tidak dianggap sebagai waktu (yang berarti) bagi hidupnya. Jika dia terus hidup, maka hidupnya sama dengan kehidupan binatang. Jika dia menghabiskan waktu dalam keadaan lalai, lupa diri, dan membangun harapan-harapan bathil, maka waktu terbaik yang dilaluinya adalah ketika tidur dan menganggur. Maka orang tersebut lebih baik mati daripada terus bertahan hidup”. (Al-Jawab Al-Kafi)

Ungkapan Ibnul Qayyim sangat tepat untuk diperhatikan dalam konteks Ramadhan. Betapa banyak waktu yang terkadang terbiar tanpa aktivitas di bulan ini. Padahal keutamaan yang disediakan oleh Ramadhan memiliki motivasi tersendiri untuk memenuhi waktu demi waktu di bulan ini dengan amal sholeh.

Ibnu Mas’ud radiyaLlahu anhu mengingatkan kepada kita akan penyesalan waktu yang tidak bermanfaat, “Aku tidak pernah menyesali sesuatu seberat penyesalanku terhadap satu hari dimana matahari sudah tenggelam dan umurku berkurang, namun amal kebaikanku tidak bertambah”.

Dalam konteks dakwah, waktu adalah harta yang paling berharga bagi seorang da’i, karena waktu adalah modal utamanya. Aktivitas dakwah mustahil bisa mencapai tujuan dan merealisasikan sasarannya, kecuali jika ia bisa menggunakan dan mengoptimalkan waktunya dengan sungguh-sungguh. Ramadhan mengajar banyak kepada para da’I akan penting dan berartinya waktu. Bahkan ada waktu yang lebih baik dan lebih besar nilainya dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar. Dan itu hanya Allah sediakan di bulan Ramadhan.

Target keteladanan

Berdakwah dalam arti menyeru manusia kepada kebaikan, jika disertai dengan penyimpangan perilaku para da’inya merupakan penyakit yang akan menimbulkan kebimbangan dalam diri. Bukan hanya pada diri seorang da’I tetapi berakibat juga terhadap dakwah. Dalam konteks dakwah saat ini, masyarakat sangat menanti dan mendambakan lahirnya teladan yang membuat mereka yakin akan seluruh ajaran Islam. Jika tidak, mereka tidak lagi percaya kepada agama ini setelah terlebih dahulu kehilangan kepercayaan kepada pada da’I ang menyebarkannya.

(Muhd. Abduh, Madza Ya’ni Intima’i liddakwah).

Keteladan seorang da’i merupakan pilar utama kesuksesan dakwah. Keteladan Rasulullah saw yang diungkapkan oleh Aisyah ra “akhlaknya adalah Al-Qura’n” merupakan kunci utama kesuksesan dan penerimaan dakwah beliau. Maka Ramadhan merupakan momen penting untuk membangun keteladanan; keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku, keteladanan dalam kesabaran, keteladanan dalam beramal dan keteladanan dalam membangun persaudaraan diantara sesame muslim untuk dijadikan sarana dakwah. Semua keteladanan itu ternyata merupakan petunjuk praktis dan aturan main amaliah Ramadhan.

Target wirid harian

Satu ayat yang disisipkan di tengah-tengah ayatush shiyam adalah ayat 186 yang berbicara tentang do’a dan dzikir, “Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permintaan hambaKu jika ia memohon kepadaKu”. Penyisipan ayat ini mengisyaratkan bahwa amaliah Ramadhan hendaklah senantiasa diiringi dengan doa memohon pertolongan dan kekuatan dariNya, apalagi dalam konteks dakwah, sangat tepat jika wirid dan doa ini senantias menghiasi kehidupan para da’i.

Wirid merupakan sarana membersihkan diri dan beribadah kepada Allah sekaligus sebagai bekal selama menempuh perjalanan dakwah. Ada tiga bentuk wirid yang sangat baik untuk diperbanyak di bulan Ramadhan sebagai sentuhan energi dan kekuatan dalam berdakwah; wirid do’a seperti istighfar, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, tilawah Qur’an dan wirid kalimah thoyyibah lainnya. Wirid robithah untuk memperkuat hubungan bathin diantara sesame da’I sebagai bentuk do’a an dzharil ghayb yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Wirid muhasabah dalam bentuk mengingat dan mengevaluasi seluruh aktivitas dakwah yang dilakukan pada hari itu. Jika ada kebaikan, segeralah mensyukurinya dan jika ada kekurangan dan kekhilafan, segeralah untuk memohon ampunan dan memanjatkan doa kepada Allah, lalu bertobat untuk memperbaiki gerak dakwah di masa yang akan datang.

Wirid-wirid harian ini terasa akan lebih efektif jika dilaksanakan saat menjelang malam hari berbarengan dengan aktivitas qiyamul lail. Kekuatan doa dan wirid akan memperkuat langkah dan azam dakwah “Doa adalah senjata orang yang beriman”. Dan bulan Ramadhan adalah syahrul maghfirah waddu’a.

Target-target da’awi di bulan Ramadhan

Syekh Musthafa Masyhur menekankan akan pentingnya tarbiyah dalam konteks dakwah, “Salah satu prinsip mendasar yang sangat ditekankan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna dan harus kita jaga adalah memberi perhatian terhadap masalah tarbiyah dan aspek ritual. Kedua hal ini ibarat ruh yang ada pada tubuh manusia, baik dalam skala individu maupun dalam skala jama’ah. Imam Hasan Al-Banna rahimahuLlah yakin bahwa seorang muslim yang berpegang teguh dengan sifat-sifat orang yang beriman adalah fondasi utama harakah, pembinaan dan usaha untuk merealisasikan tujuan-tujuan dakwah. Dialah yang membangun keluarga muslim, masyarakat muslim dan Negara muslim. Ketika unsur ini kokoh, maka proses pembangunan akan berjalan setahap demi setahap dengan kokoh dan baik, begitupula sebaliknya”. (Fiqhud Da’wah).

Ramadhan yang dikenal juga dengan syahrul ibadah merupakan bulan untuk memperkuat hubungan dengan Wali dan Pelindung para da’i. karena seorang da’i sejati adalah seorang abid (seorang yang taat beribadah) kepada Allah, taat kepada ajaranNya dan tunduk kepada kebesaranNya. Kekurangan dalam melakukan ibadah, terutama ibadah fardhu akan menghempaskan aktivis dakwah. Bahkan dia akan kehilangan keteladan dalam berdakwah.

Dalam skala keluarga, pembiasaan bangun malam bersama seluruh anggota keluarga di bulan Ramadhan harus menjadi agenda harian yang berkesinambungan pasca Ramadhan sebagai bagian dari komitmen dakwah kita. Kajian-kajian keislaman yang semakin marak merupakan momen yang tidak boleh terlupakan untuk mengisi dengan muatan-muatan dakwah disamping muatan-muatan ruhiyah.

Momen silaturahim yang banyak berlangsung di awal maupun di akhir Ramadhan yang diakhiri dengan momen idul fithri merupakan fenomena yang bisa ditangkap makna dakwah di dalamnya jika kita mampu mengintensifkan nilai-nilai dakwah di dalamnya, selain dari rutinitas yang bisa dijalankan.

Kekerapan seseorang berada di masjid-masjid dan tempat-tempat kebaikan merupakan nilai positif dakwah yang harus ditangkap untuk perluasan dan medan tadrib da’awi. Semuanya merupakan indikasi bahwa Ramadhan memang bulan yang dijadikan oleh Allah sebagai munthalaq dakwah untuk kembali memaknai kehidupan dakwah kita, mengevaluasi dan mengefektifkan kembali sayap-sayap dakwah sehingga geliat dan bahana dakwah akan lebih terasa intensivitasnya pasca Ramadhan. Semoga makna-makna dakwah Ramadhan lebih banyak ditangkap oleh para aktivis dakwah di jalan Allah.

Sumber: dakwatuna.com


Memaknai Idhul Fitri

Ust. Zulkieflimansyah,Ph.D

Memaknai Idhul Fitri

Terlepas dari perdebatan kapan dilaksanakannya hari raya Idhul Fitri, sebentar lagi fajar 1 syawal akan menyingsing di ufuk timur sebagai penanda datangnnya hari kemenangan bagi seluruh umat Islam. Di mana-mana, Takbir, Tahmid, dan Tasbih dikumandangkan untuk menyambut hari kemenangan itu.

Laiknya drama kolosal kemanusiaan, umat Islam dari semua lapisan masyarakat berbondong-bondong mendatangi Masjid, Mushalla, langgar, bahkan lapangan terbuka sekalipun guna melaksanakan shalat ied berjamaah seraya mengiringi berpulangnya bulan ramadhan. Di hari itu, kaum muslim bercengkrama, bersalaman, dan saling memaafkan dengan penuh suka cita.

Bagi umat Islam, Idhul Fitri bukan sekedar ibadah ritual tahunan tanpa makna yang cukup berarti. Melainkan, sebuah pertanda hari kemenangan setelah sebulan lamanya menaklukkan nafsu hewani yang dibarengi dengan segala perbuatan amal baik. Idhul Fitri merupakan kemenangan sekaligus hari terlahirnya kembali manusia dalam keadaan suci.

Dalam al-Quran disebutkan, Allah berjanji akan mengampuni semua dosa dan membebaskan dari siksa api neraka bagi siapa saja yang berhasil melewati semua ujian selama bulan ramadhan. Bahkan, Allah berjanji akan mengembalikan manusia pada keadaan azalinya, yaitu suci tanpa setitik dosa sedikit pun. Untuk itulah, hari kemenangan ini disebut Idhul Fitri karena manusia kembali suci (fitri).


Tentu saja, kembali suci merupakan puncak keberhasilan spiritualitas yang diidam-idamkan setiap kaum muslim yang khusyu’ menjalankan ibadah puasa. Kembali ke fitrah berarti kembalinya seseorang kepada keadaan aslinya yang suci sebagaimana ia baru terlahir ke dunia fana.

Secara sederhana, Idhul Fitri merupakan kelahiran kembali seorang muslim pada fitrahnya setelah selama sebulan melewati ramadhan dengan penuh pengorbanan, menjauhi kemaksiatan, menahan dahaga dan lapar serta menjalankan segala ragam ibadah dengan kaffah tanpa perasaan terpaksa ataupun dipaksa.

Secara substansial, Idhul Fitri berarti kembalinya manusia pada naluri kemanusiaannya yang murni, pada jalan agama yang lurus (siratal mustaqim), bebas dari praktik busuk hewani serta segala kepentingan duniawi yang tidak Islami. Inilah sebenarnya makna terdalam dari perayaan hari raya Idhul Fitri.

Maka, salah kaprah jika Idhul Fitri hanya diartikan sebatas perayaan karena terbebas dari larangan makan dan minum, sehingga dijadikan pintu masuk untuk melakukan ajang ‘balas dendam’ di bulan syawal. Atau, dianggap sebagai kembalinya kebebasan melakukan perbuatan maksiat yang dilarang. Namun, ketika ramadhan pulang, melakukan perbuatan maksiat menjadi rutinitas yang kerap dikerjakan secara berjama’ah.

Intinya, kesalahan memaknai Idhul Fitri akan mengantarkan seseorang pada sebuah fenomena kesalehan musiman, menjadi Islam hanya saat bualan puasa, beriman ketika ramadhan datang, bukan umat yang berusaha mempertahankan nilai-nilai kefitrian dalam nilai ketakwaan sepanjang hayatnya.

Oleh karena itu, seyogyanya Idhul Fitri dijadikan momentum untuk melakukan koreksi menyeluruh (ihtisab) terhadap pola sikap dalam praktik kehidupan sehari-hari di tengah badai kehidupan bangsa yang kian carut marut. Semoga Idhul Fitri menjadi tempat merenung untuk mengantarkan diri pada kesalehan individual maupun sosial.



At-Taskhir

At-Taskhir

Seri Artikel Majalah Tarbawi-5

Salah satu tujuan dari kepemimpinan dan kekuasaan adalah isti’mar al-ardh, yaitu memakmurkan kehidupan umat manusia. Kepemimpinan yang sukses terletak pada kemampuannya untuk mendayagunakan berbagai sumber daya kekuatan itu. Pernahkah kita menyadari bahwa Nabi Sulaiman as bahkan memiliki kemampuan untuk mendayagunakan potensi kekuatan bangsa Jin dan hewan untuk mewujudkan tujuan kekuasaannya sebagai raja.


Saya bukan ingin mengajak Anda berfikir agar salah satu syarat calon Presiden adalah mampu menundukkan sumber daya Jin. Tapi ingin menyajikan satu perspektif prinsipil bahwa kepemimpinan dan kekuasaan harus mampu melihat berbagai potensi sumber daya yang ada atau diadakan sebagai energi positif yang mesti dikelola. Bukankah Rasulullah saw pernah memberi isyarat bahwa satu waktu agama Islam ini akan ditolong oleh rajulun fajir? Yaitu orang-orang yang jauh dari standar keimanan dan keshalehan, namun memiliki kekuatan yang bisa didayagunakan.


Salah satu kesalahan berfikir dan bersikap diantara kaum muslimin adalah ketika menakar dan menseleksi unsur-unsur kekuatan yang layak dilibatkan dalam proses istikhlaf menurut ukuran keimanan dan keshalehan. Mereka yang di luar itu lalu diposisikan sebagai lawan yang harus dicurigai atau bahkan dimusuhi. Ini pula yang telah menciptakan polarisasi klasik antara kekuatan politik Islam dan kekuatan politik non-Islam, dengan beragam label ideologi dan aliran politiknya.


Masih menurut mereka, adalah suatu keanehan dan penyimpangan manakala ada kekuatan politik Islam bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan politik non-Islam. Ditambah lagi satu obsesi bahwa kekuatan-kekuatan politik Islam harus bersatu dibawah satu bendera saja, untuk kemudian berhadapan vis a vis dengan selainnya. Sejumlah dalil dan tafsir sejarah pun disertakan untuk melanggengkan paham ini.

Saudaraku, perlu kita pahami bahwa kepemimpinan dan kekuasaan adalah wilayah al-mashlahah al-‘ammah, atau domain kepentingan umum. Kepemimpinan menurut Islam adalah untuk kemashlahatan semua manusia yang bernaung di dalam ruang kekuasaan itu, siapapun mereka. Bahkan juga untuk kemashlahatan semua makhluk selain manusia. Coba lihat, bukankah syariat Islam juga mengatur hak-hak bangsa Jin yang tidak boleh kita zhalimi. Misalnya kita dianjurkan Rasulullah untuk tidak memakan tulang, karena itu aset pangan bangsa Jin. Sementara sekarang berkembang menu makanan berduri atau bertulang lunak, sehingga ludes semua hak bangsa Jin itu dimangsa manusia.

Saya minta maaf jika mengambil contoh ekstrem dan paradoks, dikarenakan ini adalah perkara penting. Yaitu menyangkut cara pandang yang membentuk perilaku kita dalam kerangka bermasyarakat dan bernegara. Kepemimpinan dan kekuasaan yang bercirikan pendayagunaan berbagai sumber daya kekuatan untuk pencapaian tujuan isti’mar al-ardh ini yang disebut sebagai At-Taskhir. Konsep ini mengacu kepada firman Allah: ”Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu segala apa yang ada di langit dan segala apa yang ada di bumi, dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (Luqman: 20).


Ketika Allah menetapkan Takrim (pemuliaan) posisi manusia sebagai Khalifatullah fil-Ardh, maka Allah ikuti dengan Taskhir. Yaitu penyediaan berbagai sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas kepemimpinan. Secara tabiat, berbagai sumber daya itu bersifat tunduk kepada kekuasaan untuk dikelola menjadi energi positif. Dan secara tabiat pula, kepemimpinan manusia mampu menundukkan mereka.


Dari konsep dan prinsip Taskhir, maka pahamlah kita praktek kepemimpinan dan kekuasaan yang dijalankan oleh Rasulullah saw. Bagaimana beliau mendayagunakan posisi terhormat nasabnya untuk bernegosiasi dengan a-immatul-kufr (pemimpin-pemimpin kekufuran) Makkah. Bagaimana beliau membangun komunikasi dan aliansi dengan Raja Habasyah untuk keperluan suaka politik sebagian sahabatnya. Bagaimana beliau gunakan tangan-tangan sebagian tokoh musyrikin Makkah untuk mencabut embargo dan blokade terhadap komunitas kaum muslimin yang sudah berlangsung selama tiga tahun. Bagaimana beliau menyewa secara profesional Abdullah Uraiqith – seorang musyrik – sebagai pemandu jalan saat hijrah ke Madinah.


Juga bagaimana beliau merekrut tokoh-tokoh simpul dari kelompok-kelompok besar masyarakat Madinah, dan memuliakan posisi mereka. Bagaimana beliau membiarkan keberadaan tokoh-tokoh munafik Madinah, namun membatasi ruang-geraknya. Bagaimana beliau mengakomodir kepentingan kelompok-kelompok Yahudi dalam Piagam Madinah, dan mengikat mereka dengan klausul hukum yang tegas. Bagaimana beliau menolak kehadiran Abu Jundul dan pengikutnya untuk masuk Madinah, dan bersikap diam atas berbagai operasi yang mereka lakukan terhadap kafilah-kafilah dagang Quraisy Makkah.


Juga bagaimana Rasulullah membuka luas arus perdagangan antar negara di Madinah. Bagaimana beliau menugaskan beberapa sahabat untuk mempelajari bahasa dan budaya Yahudi dan Nasrani. Bagaimana beliau mengadopsi banyak tradisi dan teknologi negara atau bangsa lain untuk kemashlahatan ummat. Termasuk dalam hal Rasulullah saw menikahi Shafiyyah, seorang putri tokoh sentral Yahudi yang ditaklukkan dalam peperangan.


Ikhwah fillah, konsep Taskhir tentu saja berdimensi sangat luas. Pastinya ia melekat pada konsep kepemimpinan dan kekuasaan. Ia menyangkut penundukkan dan pendayagunaan berbagai sumber daya alam untuk kemakmuran. Menyangkut penundukkan dan pendayagunaan sumber daya manusia – dengan aneka keragamannya – untuk mewujudkan masyarakat hadhari atau berperadaban. Juga menyangkut penundukkan dan pendayagunakan berbagai potensi kekuatan buruk atau destruktif menjadi unsur kekuatan yang positif atau minimal netral.


Memimpin dunia berarti meletakkan semua komponennya di bawah kendali kita. Seorang pemimpin akan memandang semua yang ada di sekelilingnya sebagai sumber daya potensial yang harus dikelola dan ditundukkan. Siapapun, apapun dan bagaimanapun adanya. Seorang pemimpin tidak akan mudah melakukan fragmentasi atau pengkotak-kotakan, lalu melakukan sikap baro’ah atau garis demarkasi terhadap kotak-kotak yang berbeda dengan dirinya. Secara aqidah dan ibadah memang harus dan mudah untuk membeda-bedakan manusia. Namun sekali lagi, kepemimpinan dan kekuasaan adalah wilayah al-mashlahah al-’ammah.


Nah saudaraku, mari kita lihat kembali Indonesia – negeri kita yang besar ini. Semangat kita pastilah ingin memimpin negeri ini. Mari lihat dengan cermat; begitu beragamnya penduduk negeri ini – dari suku, bahasa, agama, budaya dan aneka ikatan primordial lainnya. Bahkan keberagaman itu terlihat jelas di umat Islam sebagai komponen mayoritas penduduknya. Perbedaan aliran fiqh, ormas atau kelompok, tingkat pemahaman dan komitmen terhadap syari’at, hingga perbedaan cara memperjuangkan aspirasinya. Indonesia begitu melimpah ruah sumber daya alam dan ekonominya. Namun lihatlah sebagian besar didominasi oleh aktor-aktor bisnis non-muslim, bahkan asing. Lihat juga tentara sebagai garda depan pertahanan negara.


Untuk waktu lama mereka didoktrin bahwa Islam adalah ancaman terhadap (kekuasaan) negara. Lalu lihat juga begitu banyaknya para pegiat sosial, budaya, hukum dan politik yang ingin mendorong demokratisasi di berbagai bidang, namun memiliki referensi ideologi aneka warna.


Kenyataan lainnya, bangsa ini makin terpuruk dalam lubang kemiskinan. Menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnya angka pengangguran, tingkat inflasi yang makin membumbung, angka putus sekolah masih tinggi, kriminalitas masih merajalela, korupsi tak pernah berhenti, budaya bebas dan semau gue jadi tren generasi muda, patriotisme dan semangat kebangsaan makin tipis, dan mengagungkan budaya barat jadi simbol kemajuan.


Negeri ini butuh kepemimpinan yang baik. Barisan dakwah memiliki modal paling pokok untuk memimpin. Yaitu manusia-manusia yang sadar akan posisinya sebagai khalifatullah dan sadar akan statusnya sebagai ‘abdullah (hamba Allah) yang harus beriman dan beramal shaleh. Istikhlaf (proses menuju kepemimpinan) tidak cukup hanya dengan seruan atau teriakan. Tapi juga pada sejauh mana kita mampu mengkapitalisasi berbagai sumber daya kekuatan untuk dihimpun menjadi energi positif untuk tujuan mulia. Di sinilah sifat inklusif Islam memberi jalan bagi tathbiq ru’yah at-taskhir, atau implementasi pandangan taskhir sebagai syarat mulusnya proses istikhlaf. Wallahu a’laam bish-showaab.


Sumber : http://mahfudzsiddik.blogspot.com

Membangun dan Membina Militansi Kita

(Alm) Ust. Rahmat Abdullah

Membangun dan Membina Militansi Kita

PK-Sejahtera Online: Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.



Ba'da tahmid wa shalawat

Ikhwah rahimakumullah, Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 : .....
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..." (QS. Maryam (19):12)

Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.

Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.

Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan: "Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik".

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,


Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.

Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam:

"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf (7):145)

Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12 :

"Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).

Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.

Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita: "Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian".

Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.

Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: "Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi". Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.

Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.

Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.

Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan kejahatan Fir'aun.

Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut Merah yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun beserta bala tentaranya.

Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus kepada kejahiliyahan.

Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan kaumnya.

Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 : "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain".

"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".

"Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya".

"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".

"Mereka berkata: "Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja".

"Berkata Musa: "Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu".

"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".

Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku".


Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah "qaumun jabbarun" yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.

Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.

Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, "In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.

Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.

Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.

Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata: "Ud'uulanaa robbaka" (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: "Pimpinlah kami untuk berdo'a pada Tuhan kita".

Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.

Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: "Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa". Sahabat bertanya: "Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?". Beliau menjawab: "Siapa lagi?".

Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.
Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.

Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak dan menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan duniawi yang rendah.

Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.

Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.

Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas.

Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan manusia". Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.

Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.

Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.
Wallahu a'lam bis shawab

Catatan Untuk Murabbi: Setelah mendapatkan taujih ini diharapkan kader Memahami urgensi militansi kader dalam pemenangan dakwah serta memahami cara-cara membina militansi kader


Ust. H Nur Mahmudi Isma’il

Nyamuk dan Penyakit Hati

Sejak manusia meletakkan kakinya di dunia ini, wujud, rasa keingintahuannya telah memompa semangat dan keinginan jiwanya untuk menemukan rumusan penciptaan dan hakikat-hakikat. Pada masa lalu saat ilmu belum mengalami banyak perkembangan, manusia berusaha memahami rahasia-rahasia alam sebatas kemampuan mereka berpikir.

Kita mengetahui bahwa pada masa kontemporer dan era modern ini manusia telah sampai pada perkembangan ilmu dan keahlian yang sangat pesat. Tetapi, hasil dari penemuan tersebut hanya bisa ditampakkan di hadapan para penghuni bumi, bukan di hadapan dunia dan alam-alam keberadaan.

Sudah banyak referensi atau buku pengetahuan yang mungkin sudah kita lahap habis membacanya. Jika kita perhatikan dengan saksama, semua referensi hanya membahas tentang wacana eksistensi bernyawa dengan pengaruh alaminya dan ratusan cabang ilmu lainnya. Referensi itu lebih banyak membuat hati kita mengidap semua ragam penyakit hati (sombong, takabur, dan lain-lain) yang tak kunjung sembuh, bahkan seolah semakin membuat kita lupa akan hakikat keberadaan Sang Maha Segalanya.

Pada saat berada di sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi, kita disuguhi dengan berbagai topik pelajaran. Apa yang dihasilkan oleh orang lain dengan usaha dan upayanya pada kehidupan dan umur yang telah lalu, dan mereka pahami dari misteri kehidupan, akan mereka hadiahkan kepada kita dalam bentuk buku. Tetapi, mana yang mampu memberi informasi kepada kita tentang kebesaran, kekuatan, dan kemuliaan Pencipta Alam?


Mari sejenak fokuskan perhatian kita pada seekor serangga kecil atau seekor nyamuk yang selama ini kita anggap sebagai makhluk tak berguna. Namun, berapa banyak manusia yang tak berdaya dengan gigitannya, bahkan dari aspek ekonomi banyak orang yang mendapatkan pekerjaan/nafkah dengan keberadaan nyamuk.

Rahasia nyamuk
Nyamuk sebagai seekor eksistensi kecil yang tidak pernah masuk ke dalam daftar perhatian kita adalah sebuah contoh kecil dari penciptaan. Mereka pun senantiasa akan melanjutkan perputaran kehidupannya menuju kesempurnaan diri.

Sebagaimana yang telah disebutkan, dalam banyak ayat Alquran Allah memerintahkan manusia untuk memerhatikan alam dan melihat tanda-tanda di dalamnya. Semua makhluk hidup dan tak hidup di alam semesta diliputi oleh tanda-tanda yang menunjukkan bahwa mereka semua diciptakan. Mereka menunjukkan kekuasaan, ilmu, dan seni dari Pencipta. Manusia bertanggung jawab mengenali tanda-tanda ini dengan menggunakan akal budinya, untuk memuliakan Allah.

Walau semua makhluk hidup memiliki tanda-tanda ini, beberapa tanda dirujuk Allah secara khusus dalam Alquran. Nyamuk adalah salah satunya di surat Albaqarah. 'Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.' (QS Albaqarah: 26)

Nyamuk sering dianggap sebagai makhluk hidup yang biasa dan tidak penting. Namun, nyamuk sangat berarti untuk diteliti dan dipikirkan sebab di dalamnya terdapat tanda kebesaran Allah. Inilah sebabnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.

Nyamuk sebuah eksistensi yang hidup dan setiap makhluk hidup dalam putaran kehidupannya akan memberikan pengaruh-pengaruh dirinya. Untuk memahami hal ini berada di luar kemampuan akal manusia.

Nyamuk melakukan aktivitas berjalan dan juga bergerak. Lalu pertanyaannya, kenapa, bagaimana, dengan keadaan yang bagaimana, dengan perubahan yang mana, dan berada di bawah pengaruh kekuatan yang mana sehingga mereka melakukan gerakan-gerakan tersebut?

Pada umumnya nyamuk dikenal sebagai pengisap dan pemakan darah. Hal ini ternyata tidak terlalu tepat karena menurut penelitian yang mengisap darah hanya nyamuk betina. Nyamuk betina tidak membutuhkan darah untuk makan.

Baik nyamuk jantan maupun betina hidup dari nektar bunga. Nyamuk betina mengisap darah hanya karena ia membutuhkan protein dalam darah untuk membantu telurnya berkembang. Dengan kata lain, nyamuk betina mengisap darah hanya untuk memelihara kelangsungan spesiesnya.

Proses perkembangan nyamuk merupakan salah satu aspek yang paling mengesankan, luar biasa, dan mengagumkan. Berikut ini kami paparkan singkat yang dituliskan Harun Yahya tentang transformasi makhluk hidup dari seekor larva renik melalui beberapa tahap menjadi seekor nyamuk.

Telur nyamuk yang berkembang dengan diberi makan darah, ditelurkan nyamuk betina di atas daun lembap atau kolam kering selama musim panas atau musim gugur. Sebelumnya, si induk memeriksa permukaan tanah secara menyeluruh dengan reseptor halus di bawah perutnya.

Setelah menemukan tempat yang cocok, ia mulai bertelur. Telur-telur tersebut panjangnya kurang dari satu milimeter, tersusun dalam satu baris, secara berkelompok atau satu-satu. Beberapa spesies bertelur dalam bentuk tertentu, saling menempel sehingga menyerupai sampan. Sebagian kelompok telur ini bisa terdiri atas 300 telur.

Telur-telur berwarna putih yang disusun rapi ini segera menjadi gelap warnanya, lalu menghitam dalam beberapa jam. Warna hitam ini memberikan perlindungan bagi larva agar tak terlihat oleh burung atau serangga lain. Selain telur, warna kulit sebagian larva juga berubah sesuai dengan lingkungan sehingga mereka lebih terlindungi.

Larva berubah warna dengan memanfaatkan faktor-faktor tertentu melalui berbagai proses kimia rumit. Jelaslah telur, larva, ataupun induk nyamuk tersebut tidak mengetahui proses-proses di balik perubahan warna dalam tahap perkembangan nyamuk.

Tidak mungkin ia bisa membuat sistem ini dengan kemampuan sendiri. Tidak mungkin pula sistem ini terbentuk secara kebetulan. Nyamuk telah diciptakan dengan sistem ini sejak mereka pertama kali muncul.

'Segala sesuatu yang ada di langit dan bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahabesar, Mahabijaksana. Kekuasaan dari langit dan bumi adalah milik-Nya. Ia memberikan hidup dan menjadikan mati. Ia memiliki kekuasaan atas segala sesuatu.' (QS Al Hadid [57]: 1-2)

Nyamuk dilengkapi dengan penerima panas yang sangat peka. Mereka mengindra segala sesuatu di sekitar mereka dalam berbagai warna menurut panasnya. Karena pengindraannya tidak bergantung pada cahaya, nyamuk sangat mudah menentukan letak pembuluh darah dalam ruangan yang gelap sekalipun.

Penerima panas pada nyamuk cukup peka untuk mendeteksi perbedaan suhu hingga sekecil 1/1.000 derajat Celcius. Nyamuk memiliki hampir seratus mata. Sebagai mata majemuk, mata-mata ini terletak pada bagian atas kepalanya.

Sesungguhnya ini hanya sebagian kecil saja dari sistem-sistem yang luar biasa dari nyamuk. Belum lagi kita mengamati seperti cara makan, reproduksi, pernapasan, peredaran darah.

Tanda kebesaran Allah
Jika kita menyadari bahwa nyamuk juga memiliki berbagai sistem kompleks dan fungsi organis, kita pun lebih memahami betapa tanda-tanda kebesaran Allah itu tak terbatas. Masih pantaskah kita berbangga diri/sombong, buruk sangka, riya (dan seluruh penyakit hati lainnya) dalam kehidupan ini?

Tentu jawabannya kita sepakati sangatlah tidak pantas! Karena ternyata walau hanya dari perumpamaan seekor nyamuk, tetapi kalau saja kita mau mengambil ibrah (hikmah) maka semestinya semakin membuka mata hati kita akan makna kebesaran Ilahi Rabbi.

Kalau saja semua umat manusia tanpa terkecuali memahami segala perumpamaan yang diperlihatkan oleh Allah, mulai dari nyamuk sampai ke makhluk hidup lainnya atau bahkan seluruh proses alam yang terjadi di dunia, insya Allah bangsa ini bahkan warga dunia ini akan terbebas dari apa yang dinamakan penyakit hati.

Allah berfirman: 'Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.' (QS Ali Imran [3]:191)

Bulan Ramadhan akan berakhir. Harapan yang ada, semoga bulan ini menjadi media untuk merenungi semua perumpamaan yang ada dalam kehidupan di sekeliling kita semakin mengokohkan hati kita untuk terus berkontemplasi, menyadari akan kebesaran Ilahi Rabbi. Karena inilah makna kefitrian manusia yang sesungguhnya.




Sumber: Republika




Partaiku : Kembalikan Rp 1,2 M ke KPK

Kembalikan Rp 1,2 M ke KPK

Pimpinan Komisi IV Akui Sering Terima Uang

Jakarta - Di persidangan Al Amin Nur Nasution terpapar fakta. Mayoritas, atau 50 anggota Komisi IV DPR menerima suap dari berbagai kasus hutan. Antara lain Tanjung Api-api, Sumsel dan Bintan, Riau. Pimpinan Komisi IV membenarkan pihaknya memang sering menerima uang.

"Yang jelas memang saya sering menerima uang yang termasuk kategori gratifikasi. Tapi semua sudah saya kembalikan ke KPK," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono saat dihubungi via telepon, Selasa (23/8/2008).

Total yang dikembalikan politisi PKS ini mencapai angka Rp 1,2 miliar dalam 11 kali pemberian. "Jadi kalau rekaman yang diputar di persidangan di Tipikor itu memang fakta, itu memprihatinkan. Sebenarnya keputusan yang dilakukan DPR itu kewajiban, tidak perlu ada transaksi," jelasnya.

Apakah dirinya pernah mendengar adanya transaksi? "Ada isu-isu yang muncul, kadang terdengar samar seperti itu. Saya juga sering mengingatkan teman-teman, itu tidak boleh," imbuhnya.

Sebagai contohnya, Suswono mengaku pernah menerima uang Rp 300 juta untuk kasus Tanjung Api-api, yang diberikan pimpinan Komisi IV saat itu yakni Yusuf E Faishal yang kini telah menjadi tersangka.



Dia juga mengaku pernah mendengar, kolega-koleganya membentuk sebuah tim bernama gegana yang disinyalir guna meminta uang seperti itu ke pengusaha.

"Siapa anggotanya tidak tahu pasti. Ada teman yang sering memanfaatkan persoalan yang diputuskan untuk negoisasi. Nama gegana juga mendengarnya dari pengusaha yang pernah dimintai sesuatu. Ini cukup memprihatinkan," urainya.

Dia menuturkan ada 52 wakil rakyat yang duduk di Komisi IV DPR. Dan ada 4 anggota fraksi PKS, yakni Syamsul Hilal, Djalaludin Asy Syatibi, Umung Anwar Sanusi, dan Tamsil Linrung. Dan semuanya mereka telah mengembalikan uang ke KPK.

"Kita fraksi PPKS menerima dan sudah dikembalikan. Kebijakan partai tidak boleh menerima, karena itu fraksi memerintahkan menyerahkannya ke KPK," tandasnya.

Apakah Anda tahu bila semua anggota komisi kehutanan mendapatkan gratifikasi. "Kita tidak tahu persis, karena kita tidak menyaksikan," tandasnya.
(ndr/iy)



Sumber: DetikCom




50 Anggota Dewan Diduga Terima Suap

Daftar Lengkap Nama-nama Anggota Komisi IV
Uang dikembalikan pada tahun 2006, jauh sebelum Al Amin Nasution, terdakwa kasus suap itu ditangkap.
Jakarta - Sebanyak 50 anggota Komisi IV DPR diduga menerima suap terkait alih fungsi hutan di Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Anggota Komisi IV dari Fraksi PKS mengakuinya. Namun semua anggota FPKS sudah mengembalikan uang tersebut.

"Memang faktanya seperti itu, dan data yang diperoleh oleh KPK memang benar," kata anggota FPKS Tamsil Linrung kepada detikcom pertelepon, Rabu (24/9/2008).

Komisi IV terdiri dari 54 orang, 4 orang sebagai pimpinan dan 50 orang sebagai anggota. Dari jumlah itu, baru anggota FPKS yang mengaku mengembalikan uang. Mereka adalah Suswono, Tamsil Linrung, Syamsul Hilal, Djalaludin Asy Syatibi dan Umung Anwar Sanusi.
Sementara anggota dari fraksi lain sejauh ini belum ada yang menyatakan mengembalikan uang. Ketua Komisi IV Ishartanto tidak bisa dikonfirmasi. Handphonenya tidak aktif.

Berikut nama-nama anggota Komisi IV DPR seperti detikcom kutip dari DPR.go.id:
1. Ketua Komisi IV: Ishartanto (PKB)
2. Wakil Ketua Mindo Sianipar (PDIP)
3. Wakil Ketua Syarfi Hutauruk (Golkar)
4. Wakil Ketua Suswono (PKS)...kembalikan uang
5. Wakil Ketua Hilman Indra (Bintang Pelopor Demokrasi)

Anggota:
6. Joseph Wiliem Lea Wea (Bintang Pelopor Demokrasi)
7. Rusman H M Ali (Bintang Reformasi)
8. H Iman Syuja (PAN)
9. Darmayanto (PAN)
10. Nazamuddin (PAN)
11. Nurhadi M Musawir (PAN)
12. Sudjud Sirajudin (PAN)
13. Apri Hananto Sukahar (PDS)
14. Idham SH (PDIP)
15. Elviana (PDIP)
16. Djoemat Tjiptowardojo (PDIP)
17. Mardjono (PDIP)
18. Ganjar Pranowo (PDIP)
19. Wowo Ibrahim (PDIP)
20. I Made Urip (PDIP)
21. Jacobus Mayong Padang (PDIP)
22. Surya Supeno (Partai Demokrat)
23. I Wayan Sugiana (Partai Demokrat)
24. Nuraeni A Barung (Partai Demokrat)
25. Maruahal Silalahi (Partai Demokrat)
26. Sarjan Tahir (Partai Demokrat)
27. Indria Octavia Muaya (Partai Demokrat)
28. Bomer Pasaribu (Partai Golkar)
29. Azwar Chesputra (Golkar)
30. Ismail Tadjudin (Gollar)
31. S Sumiyati (Golkar)
32. Markum Singodimedjo (Golkar)
33. Soekotjo Said (Partai Golkar)
34. Mohammad Ali Yahya (Golkar)
35. Sumarjaya Linggih (Golkar)
36. Mukhtarudin (Golkar)
37. Fachri Andi Leluasa (Golkar)
38. Mustika Rahim (Golkar)
39. Zainudin Amali (Golkar)
40. Robert Joppy Kardinal (Golkar)
41. Syamsul Hilal (PKS)....kembalikan uang
42. Djalaludin Asy Syatibi (PKS)....kembalikan uang
43. Umung Anwar Sanusi (PKS)....kembalikan uang
44. Tamsil Linrung (PKS)...kembalikan uang
45. Arifin Junaidi (PKB)
46. Mufid A Busyairi (PKB)
47. Ahmad Rawi (PKB)
48. Ariono Wijanarko (PKB)
49. Al Amin Nur Nasution (PPP)....ditangkap KPK
50. Endang Kosasih (PPP)
51. Faqih Chaironi (PPP)
52 .Masusoh Ujati (PPP)
53. Rusnain Yahya (Ppp)
54. Hifnie Sarkawie (PPP)(iy/nrl)

Sumber: DetikCom

RUU Pornografi ditolak ???

Kamis, 18 September 2008

5 Kekeliruan Berpikir Bagi Penolak RUU Pornografi

Muhammad Nur Hayid - detikNews

-->Jakarta - Meski RUU Pornografi akan segera disahkan, pro kontra terhadap RUU ini tak kunjung usai. Jika kubu penolak menilai RUU pornografi hanya akan mengekang kebebasan berekspresi dan mengancam integrasi, lain halnya bagi kubu penolak. PKS bahkan menuding para penolak telah sesat pikir."Yang menolak RUU Pornografi telah melakukan lima kekeliruan berpikir. Pertama, melupakan nilai-nilai agama yang diagungkan oleh pancasila yang berarti mengagungkan aturan luhur,” kata anggota FPKS Al Muzammil Yusuf pada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis ( 18/9/2008).


Menurut anggota Komisi I DPR ini, selain melupakan nilai agama, para penolak RUU Pornografi juga dinilai tidak siap berdemokrasi. Alasannya, proses panjang dan dialektika antar fraksi yang sudah berjalan lama tidak dihargai semestinya.

"Mereka menolak membuktikan, mereka belum siap berdemokrasi, karena mereka tak menghormati proses panjang wakil rakyat mendiskusikan RUU ini,” terang Muzammil. Selain 2 alasan di atas, Muzammil menilai penolakan kelompok tertentu pada RUU Pornografi membuktikan mereka tidak siap menjadi bagian dari keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia.


"Mereka melupakan amanat UUD 45 pasal 31 ayat 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan meningkatkan iman taqwa dan ahlaq mulia. Selain itu, mereka meremehkan upaya penyelamatan generasi muda dan anak,” kata Muzammil.

Muzammil juga menilai bahwa penolakan ini lebih menuruti ide kebebasan Barat. "Para penolak RUU lebih terinspirasi dan mewakili ide kebebasan Barat yang nyata-nyata gagal melindungi rakyatnya dari bahaya pornografi,”pungkasnya.


POTRET KEMISKINAN DI INDONESIA

Selasa, 16 September 2008


Tragedi Pasuruan, PKS Santuni Keluarga Korban

PKS memberikan bantuan dana sebesar Rp. 500 ribu rupiah untuk keluarga korban yang ditinggalkan dan Rp. 200 ribu untuk korban yang luka-luka.

PK-Sejahtera Online: Menyikapi tragedi kemanusiaan meninggalnya 21 orang warga Pasuruan dalam pembagian zakat, PKS melakukan aksi sosial dengan mengunjungi keluarga korban meninggal dan korban yang luka-luka.


Turut dalam rombongan Abdul AKrim (Ketua Wilda 2 DPW PKS Jatim), Ismu Hardiyanto (Ketua MPD), Suci Mardiko (Sekretaris DPD). Dalam kunjungannya, selain mengucapkan turut berbelasungkawa, PKS memberikan bantuan dana sebesar Rp. 500 ribu rupiah untuk keluarga korban yang ditinggalkan dan Rp. 200 ribu untuk korban yang luka-luka.

“Kondisi mereka memang benar-benar miskin. Bahkan salah satu dari korban rumahnya berjarak 10 KM dari lokasi kejadian. Peran pemerintah mestinya ditingkatkan dalam melakukan pendataan orang-orang miskin. Sehingga dalam momentum ramadhan, pemerintah bisa sinergi dengan para Muzzaki agar bisa menyalurkan kepada para mustahik yang tepat. ” ujar Abdul Karim.

PKS mengucapkan bela sungkawa yang mendalam atas peristiwa yang menyebabkan meninggalnya 21 orang warga pasuran meninggal. “Hendaknya peristiwa ini dijadikan pelajaran yang berharga agar setiap amal yang baik juga disertai dengan manajemen yang baik. Sehingga peristiwa yang serupa tidak akan terjadi lagi dikemudian hari,” ujar Abdul Karim, Ketua Wilda 2 DPW PKS Jatim. (irwan)


Entri Populer

Kolom

Pemilu dan Pilkada

 

© Copyright PKS Bersama Melayani Rakyat 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.