Mamuju (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Mustafa Kamal, mengakui prihatin terhadap pengelolaan tambang di Indonesia sepenuhnya dikuasi oleh pengusaha asing.
"Tentu kita prihatin karena ternyata nyaris seluruh kekayaan sumber daya alam khususnya pada bidang pertambangan dikuasi oleh pengusaha asing," kata Mustafa Kamal kepada wartawan saat berada di Mamuju, Kamis.
Menurutnya, ketergantungan bangsa Indonesia terhadap pengusaha asing dalam mengelola potensi pertambangan ini akibat adanya kontrak kerjasama atau perjanjian lama antara pengusaha asing dan pemerintah.
"Kontrak kerjasama antara pemerintah dan pengusaha asing ini akan kembali ditinjau karena kebanyakan tidak menguntungkan Indonesia," kata dia.
Ia mengatakan, presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono berjanji akan melakukan peninjauan ulang kontrak kerjasama dengan para pengusaha asing yang menguasai kekayaan alam di negeri ini.
"Pak SBY akan melakukan peninjauan ulang. Jika nantinya ada kontrak yang tidak menguntungkan negara maka bisa dilakukan pemutusan kontrak," kata dia.
Mustafa Kamal yang juga anggota Komisi VII DPR RI yang membidang ketahanan energi menyampaikan, saat ini tinggal menunggu proposal pemerintah kontrak mana yang bakal diperbaharui serta skema kontrak itu seperti apa.
Untuk kondisi di Sulbar yang dikenal memiliki potensi pertambangan kata dia, maka pemerintah setempat atau DPRD bisa segera mengusulkan ke presiden jika sekiranya ada kontrak kerjasama dengan asing dianggap tidak menguntungkan daerah.
"Di Sulbar ini banyak potensi sumber daya alam pada bidang pertambangan. Makanya, pemerintah harus jelih menangkap peluang untuk membangun kerjasama dengan pengusaha asing,"saran Mustafa.
Ia menambahkan, presiden SBY telah membuka ruang untuk melakukan peninjauan ulang atas kontrak kerjasama dengan pengusaha asing yang akan mengelola kekayaan sumberdaya alam di negara ini.
"Jika masyarakat Sulbar menunggu usulan DPR atau pemerintah setempat maka bisa menunggu waktu panjang untuk meninjau kontrak dengan pengusaha asing. Makanya, perlu ada dorongan dari masyarakat agar presiden bisa menanggapi lebih cepat masalah itu,"pungkasnya. (ACO)